Article Detail

Intermezo - Cinta Udin

Temanku pernah bilang, cinta itu buta. Butanya membutakan semua mata. Mata si muda, mata si tua menjadi buta karenanya. Katanya pula, dengan cinta itulah orang mau melakukan apa saja demi membahagiakan orang yang dicintainya. Panas-hujan, siang-malam, bersih-jorok, mulia-hina, bukanlah suatu kriteria untuk orang melakukan atau tidak melakukan sesuatu bagi yang dicintainya. Bagi yang punya cinta, barangkali mereka tak akan merasa jijik, kotor, ataupun bau jika harus mengorek-ngorek selokan bahkan comberan sekalipun. Suatu pekerjaan yang mungkin tak akan dilakukan oleh mereka yang tak punya cinta. Cinta memang buta, butanya membutakan mata di kepala tapi bukan mata hati. Mata di kepala bisa buta, tapi mata hati tetap bicara, Ia harus bahagia..! Benarkah itu? Maka berkacalah pada Udin si tukang sapu jalan ini.
 

Lihatlah Udin,
Si tukang sapu jalan itu.
Sedang dia menyapu.
Dan sambil dia menyapu,
matanya berkeliling ke kanan dan kiri.
Melihat mencari-cari apa yang bisa dicari,
pada berjajar tong-tong besar di sepanjang jalan itu.
Kepalanya menunduk,
tangannya mengaduk-aduk,
mengais-ngais sampah,
sampah-sampah yang memberinya berkah.
Botol aqua bekas, kaleng sprite, coca cola, poccari dan sejenisnya.
Dan bila beruntung, dari tong-tong sampah itu,
Udin menemukan beberapa besi bekas spare part,
dari sepeda motor, bajaj dan juga mobil.
Benda-benda bekas itu dipungutnya,
dimasukkan ke dalam kantong plastik yang bekas juga.
Menjelang siang,
Udin selesai menunaikan tugas rutinnya.
Udin pun pulang dengan memanggul barang-barang bekas perolehannya.
Barang-barang itu dikumpulkannya,
di samping gubugnya dengan diatapi sehelai terpal usang.

Jangan dikira
Udin sebatang kara.
Jangan disangka
Udin tak punya keluarga.Siapa kira,
siapa juga sangka,
Udin yang tukang sapu itu
adalah pegawai juga.
Udin yang tukang sapu itu
adalah pegawai dengan penghasilan tetap.
Tiap bulan ia terima gaji tanda balas jasanya.
Gajinya tidak seberapa
sesuai golongannya yang hanya rendahan saja.

Dari gaji itu,
Udin menghidupi istri dan dua anaknya.
Meski cukup sampai di tengah bulan cuma.
Udin tidaklah putus asa.
Lalu dengan apa setengah bulan berikutnya?
Bertanyalah pada gelas-gelas bekas aqua itu!
Bertanyalah juga pada kaleng-kaleng bekas itu!
Tanyalah juga pada besi-besi tua itu!
Padanya mungkin ada jawabnya.
Di samping rumah diatapi selembar terpal
Dikumpulkan satu-satu barang-barang bekas itu
Dari sedikit menjadi membukit

Hingga di suatu waktu
Sekali dalam satu bulan
Plastik, botol, besi yang semuanya bekas itu
Dikilokan dan ditimbang
Dari penimbangan itu Udin beroleh uang
Botol aqua kini menjadi uang
Kaleng-kaleng kini menjadi uang
Besi bekas kini menjadi uang
Dengan uang itu
Udin menghidupi istri dan anaknya
di tengah bulan tersisa.
Bila ada terisa uang,
dikumpulkan uang itu.
Bila dipandang cukup,
dibelikannya uang itu perhiasan.
Dari cincin, gelang, kalung, giwang sampai ke anting-anting.
Tak luput Yuli anak semata wayangnya pun dibelikannya juga.
Udin memang tak kaya
Tak banyak harta
Meski Udin hidup sederhana
Tapi keluarganya bahagia
Di gubuknya ada cinta
Cinta Udin kepada anak dan juga istrinya

Demi cinta itu
Demi anak dan istri
Udin tak malu-malu lagi
Udin tak canggung lagi
Udin tak risih lagi
Memungut barang-barang bekas itu
Di benaknya cuma satu
Di hatinya cuma satu
Di rasanya cuma satu
Anak dan istrinya bahagia
Walau hidup apa adanya

***

 

Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment