Article Detail

Teruslah Berkibar Benderaku...!

Memasuki gerbang sekolah pagi ini. Sejauh mata memandang. Dari depan pintu gerbang hingga penghujung gang. Membentang bidang-bidang panjang.Teruntai dari ribuan sulaman benang. Perpaduan warna merah-putih saling berselang. Maka jadilah rangkaian bendera memanjang. Sejenak terhenyak. Untuk apa gerangan?

Di depan piket langkah kaki terhenti. Terdengar Ibu Teri memberi instruksi. Kepada beberapa teman OSIS sambil berdiri. “Mulai  pagi ini, mari hiasi sekolah ini.  Penuhi dengan bendera merah putih ini. Sebab sebentar lagi, kita peringati kemerdekaan republik ini. ” ajak Ibu Teri dengan wajah penuh berseri-seri.

Astaga naga...! Tak terasa Agustus telah tiba. Sempat terlupa sejenak di benak. Bulan Agustus bulan istimewa untuk negara. Tepat di hari ketujuh belas di  bulan ini juga. Telah tujuh puluh satu tahun lamanya. Negeri Indonesia merdeka. Lepas dari belenggu penjajahan bangsa-bangsa. Ya, negara kita telah merdeka. Berkat jasa pahlawan proklamator kita. Ir. Soekarno dan Mohamad Hatta. Di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Diproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Itu semua berkat jasa-jasa para pahlawan pendahulunya. Yang tak terkira jumlahnya. Yang tak akan terbalas jasa-jasanya. Yang rela berkorban jiwa dan raga. Demi cita-cita memerdekakan bangsa dan negara. Mensejajarkan harkat dan martabat Indonesia dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Duh...! Apa yang sebenarnya terjadi? Baru saja tadi. Kepada teman-teman aku coba menguji. Meski aku sendiri, juga belum tentu teruji. Kuberi mereka beberapa pertanyaan ini. Kapan negeri ini merdeka? Banyak dari mereka yang menjawab mengerti. Pertanyaan kedua, siapa proklamator negeri ini? Dari mereka ada yang mulai tidak mengerti. Lalu pertanyaan ketiga, di mana negeri ini diproklamasikan? Payah. Mereka banyak yang menjawab tidak mengerti. Tolong, jangan ketawakan kami! Karena ini yang memang terjadi. Apakah fenomena ini, menjadi bukti?  Rasa nasionalisme dan patriotisme perlahan menjauh dari dunia kami?

Suatu kali, dalam diskusi kelas. Terjdi debat keras, saling bahas. Tentang fenomena ini. Tentang nasionalisme dan patriotisme. Yang katanya makin menjauh dari diri kami. Dalam diskusi itu, kami tidak beralibi. Kami tidak mencari benar sendiri. Kami sekedar ingin berbagi. Hal-hal yang membuat kami menjadi seperti ini. Beginilah kesimpulan perdebatan kami :

Pertama. Kami rasa sampai saat ini, janji-janji pemerintah di masa reformasi,  kian menjauh dari harapan kami. Kami kecewa dengan kinerja para punggawa pemerintah negeri ini. Lihat saja, semakin hari semakin bertambah panjang saja  daftar kasus korupsi, penggelapan uang negara, dan penyalahgunaan wewenang oleh para pejabat negeri ini. Ini semua benar-benar membuat kami merasa ngeri. Hingga kami memilih tak peduli lagi pada para pemuka negeri ini.

Kedua
. Lihatlah di sekitar kami. Dari keluarga hingga lingkungan kami. Rasa nasionalisme juga patriotisme seperti tak tersentuh lagi. Tak ada keteladanan bagi kami. Kami tak bisa belajar mencintai negeri ini. Yang kami bisa hanyalah, meniru sikap mereka saat ini. Sebab sifat meniru adalah sifat dasar yang melekat dalam diri kami.

Ketiga. Demokratisasi yang cenderung melewati batas etika dan sopan santun. Maraknya gelombang demontrasi. Unjuk rasa yang sering tak terkendalikan. Benar-benar telah membuat kami frustasi. Kami kehilangan optimisme dan percaya diri. Yang tersisa hanyalah,  rasa malas, egois, apatis bahkan skeptis.

Keempat
. Tertinggalnya negara ini dari negara lain dalam segala aspek kehidupan. Membuat kami kurang bangga lagi menjadi bangsa ini. Timbulnya etnosentrisme yang menganggap satu suku lebih baik dari suku-suku lain, membuat kami lebih mengagungkan daerah atau suku sendiri daripada persatuan dan keutuhan bangsa.

Kelima
. Cepatnya arus globalisasi, berimbas pada moral kami. Lebih memilih produk luar negeri, ketimbang mencintai produk negeri sendiri. Lebih suka budaya negeri tetangga daripada budaya negeri sendiri.  Lebih suka berpakaian minim, ketimbang memakai batik yang sopan dan rapi. Kini, banyak dari kami dikuasai narkoba dan minuman keras. Miras Santika kata Bung Roma. Minuman perusak akhlak kawula muda kita.

Keenam. Paham liberalisme yang dianut negara barat. Terlihat kuat berdampak pada sendi-sendi kehidupan bangsa kita. Anak-anak cenderung meniru paham libelarisme. Sikap individualisme kian meningkat. Suntuk memikirkan diri sendiri. Tak mau peduli terhadap sekitarnya. Terhadap teman, sesama, bahkan juga pada negara.

Lantas, atas kondisi demikian. Dalam diskusi itu juga. Kami mencari beberapa solusi. Upaya untuk menumbuhkembalikan rasa nasionalisme dan patriotisme dalam diri kami. Di akhir diskusi kami, kami berasa beruntung. Beruntung kami sekolah di sini. Sebab solusi yang kami cari semua ada di sini.  Di sekolah ini, kami diberi solusi ini :

Pertama. Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan. Pelajaran ini membuat kami mengerti, jika Pancasila itu menjadi falsafah, ideologi, dan alat pemersatu bagi bangsa ini.

Kedua. Pendidikan Karakter dan Budi Pekerti.
Pendidikan ini memberikan dasar-dasar sifat baik dalam diri kami. Kami dibentuk menjadi manusia yang berkarakter. Manusia yang cerdas, mandiri, kreatif, berbudi pekerti luhur dan berkepribadian utuh.

Ketiga.
Kegiatan Upacara Bendera. Melalui upaya ini, diharapkan rasa cinta tanah air dapat tertanan pada diri kami sejak dini. Dengan begitu kami menjadi manusia yang mampu mengharga bangsa dan negara ini. Dengan upacara bendera di hari Senin, kami diajak menghormat bendera merah putih, menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan bangga dan melafalkan Pancasila dengan lantang.

Keempat. Pelatihan Organisasi.
Kegiatan pelatihan organisasi ini melatih kami belajar berinisiatif dan bekerja sama. Di dalam kegiatan organisasi ini, kami ditempa menjadi manusia yang berguna.  Melalui organisasi, kami diajak berfikir obyektif. Kami dibiasakan menghadapi perbedaan.

Kelima. Menyanyikan Lagu-Lagu Nasional.  
Melalui pelajaran seni musik, kami diajari oleh guru kami untuk menyanyikan beberapa lagu-lagu nasional. Sering kali dalam menyanyikan lagu tersebut, kami diiringi musik. Menyanyikan lagu dengan iringan musik membuat kami senang. Kami mudah menghafal lirik lagu tersebut. Kami pun lebih mudah menangkap pesan lagu tersebut. Lambat laun rasa cinta terhadap lagu-lagu nasional mulai tumbuh dalam diri kami.

Keenam. Peringatan Hari Besar Nasional.
Dalammemperingati hari besar nasional, sekolah kami mengadakan perayaan dengan berbagai lomba dan pentas seni budaya. Dengan kegiatan ini, kami diperkenalkan dengan aneka keragaman budaya daerah dan kebudayaan bangsa.

Dan pada akhirnya, aku pun menjadi tahu. Mengapa Bu Teri meminta kami melakukan itu, memasang bendera itu. Di sudut-sudut ruang kelas hingga di pelataran sekolahku.Itu semua adalah upaya dari sekoahku. Untuk memperkenalkan dan menanamkan semangat nasionalisme dan patriotisme di dalam diri kami. Terima kasih Ibu Teri....!
 
---
Comments
  • there are no comments yet
Leave a comment